Sinergi TNI-Polri Setelah Unjuk Rasa Rusuh
Tumpang-tindih TNI dan Polri membuat kewenangan keduanya bentrok
9 September 2025
Ringkasan Berita
- Hubungan TNI-Polri dibayangi sejarah panjang kedua lembaga.
- Tumpang-tindih kewenangan kedua lembaga dapat menjadi pemicu hubungan TNI-Polri bermasalah.
- Sejumlah pihak ragu akan sinergi Polri dan TNI setelah kerusuhan akibat demonstrasi massa.
BERBAGAI kalangan mempertanyakan kembali sinergi antara Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia setelah kerusuhan demonstrasi massa dalam dua pekan terakhir. Pertanyaan itu didasari dua insiden penangkapan prajurit TNI yang diduga memprovokasi ataupun terlibat perusakan dan pembakaran gedung pemerintah saat demonstrasi berlangsung.
Pertama, penangkapan seorang anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS), Mayor Sudi Suwarno, oleh personel Brimob Polri di sekitar Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Agustus 2025. Video dan foto penangkapan itu sempat viral di media sosial.
Di Palembang, Komandan Satuan Brimob Polda Sumatera Selatan Komisaris Besar Susnadi menangkap Prajurit Satu TNI Handika Novaldo karena diduga terlibat pembakaran dan perusakan pos polisi serta gedung DPRD Sumatera Selatan pada Ahad, 31 Agustus 2025.
Belakangan, kepolisian mengklarifikasi bahwa terjadi kesalahpahaman atas penangkapan keduanya. Kedua prajurit TNI itu sudah dilepaskan.
Hubungan TNI dan Polri dibayangi oleh sejarah panjang kedua lembaga. Awalnya, kedua lembaga menyatu dalam satu institusi, yaitu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Berstatus militer, keduanya dipersenjatai. Sebagian kewenangan kedua lembaga juga serupa.
Setelah Reformasi 1998, kepolisian berpisah dari ABRI. Pemisahan Polri dari ABRI dimulai setelah disahkannya Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia pada 2002 dan Undang-Undang TNI pada 2004. Secara umum, kepolisian bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Sedangkan TNI bertugas menjaga keamanan nasional dan kedaulatan negara.
Meski sudah berpisah, undang-undang tersebut ataupun perubahannya tetap mengakomodasi terjadinya tumpang-tindih kewenangan di antara kedua institusi. Tumpang-tindih kewenangan ini yang dinilai dapat menjadi pemicu hubungan TNI dan Polri tidak selamanya membaik di lapangan.
Berbagai penyebab panas-dingin hubungan kedua lembaga kami ulas secara mendalam dalam artikel berjudul “Sinergi Semu TNI-Polri Menangani Demonstrasi“.
Warga Protes Bau Busuk Limbah Cangkang Sawit dari Pabrik di Sumut
Dua tahun belakangan ini, warga Patumpak Kampung, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, terganggu dengan aroma busuk, suara bising dan getaran alat berat
9 Oktober 2025
Dua tahun belakangan ini, warga Patumpak Kampung, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, terganggu dengan aroma busuk, suara bising dan getaran alat berat dari gudang penimbunan cangkang kelapa sawit milik PT Universal Gloves atau PT UG. Limbah pabrik sarung tangan ini juga dituding mencemari sumber air masyarakat.
Salah seorang warga, Umi Kalsum, bercerita mereka sudah menyampaikan protes. Perusahaan, diwaliki Andreas dan Hatta Aulia, disaksikan polisi setempat, berjanji akan melaporkan tuntutan masyarakat ke manajemen. Hasilnya sampai hari ini nihil. Kecewa, setengah bulan lalu, warga melakukan aksi damai dengan mendatangi pabrik. Terjadi pelemparan, dua warga lalu dituduh merusak alat berat dan saat ini berstatus tersangka.
“Kami tidak tahan dengan bau cangkang yang ditimbun. Air rumahan yang biasa diminum dan pakai sehari-hari tercemar. Limbah buangan pabrik sampai ke Sungai Asahan, ini kan, pencemaran lingkungan. Selama ini warga diam, sekarang kami minta gudang cangkang dipindahkan atau pabrik ditutup,” kata Umi kepada Tempo, Rabu, 8 Oktober 2025.
“Sejauh ini, kami tidak merasakan kehadiran pabrik bermanfaat. Kami malah tersiksa, siang dan malam, tumpukan limbah mengepung rumah-rumah. Suara bising dan tanah bergetar akibat alat berat yang tak pernah diam,” sambungnya.
Warga didampingi Kantor Hukum Riki Irawan & Rekan juga sudah mengadukan secara resmi persoalannya ke 12 lembaga negara, mulai dari Kemenkopolhukam, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut dan Komnas HAM. Namun, Riki mengatakan, malah ada warga yang kemudian dipanggil polisi dengan tuduhan merusak barang milik PT UG.
“Ini kriminalisasi. Warga hanya menuntut haknya untuk hidup di lingkungan yang sehat,” ucapnya.
Riki mengatakan, aktivitas PT UG berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 62 ayat (1) menyatakan, setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 62 ayat (2): Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kegiatan penghentian sumber pencemaran, pemulihan lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan lebih lanjut. Pasal 65 ayat (1) menegaskan hak setiap orang atas lingkungan yang baik dan sehat, sementara Pasal 69 melarang keras pembuangan limbah tanpa pengelolaan.
“Aparat tidak boleh menutup mata. Hak atas lingkungan hidup adalah hak konstitusional warga. Hukum harus berpihak kepada rakyat, bukan korporasi,” kata Riki lagi.
Kemarin, massa yang didominasi kaum ibu, kembali mendatangi pabrik di Jalan Besar Patumbak, Dusun 1, Desa Patumbak Kampung. Meminta PT UG segera menyelesaikan tuntutan masyarakat. Sayang, tidak satu pun perwakilan dari manajemen perusahaan menemui massa.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumut, Zainuddin Harahap saat dimintai konfirmasi mengatakan, PT UG adalah perusahaan penanaman modal asing atau PMA, pengawasan dan evaluasi dilakukan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
“Kami akan mengirim surat ke Gakkum LH untuk menindaklanjuti isi surat,” kata Zainuddin singkat.
Perwakilan perusahaan, Hatta Aulia, tidak menjawab panggilan dan pesan singkat yang dilayangkan Tempo pada Kamis, 9 Oktober 2025, sampai berita ini diturunkan.
Kronologi Dua Serangan TPNPB-OPM di Nabire
Rombongan Kapolda Papua Tengah Brigadir Jenderal Alfred Papare turut terkena serangan dari kelompok TPNPB-OPM
19 Oktober 2025
TENTARA Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) diduga berada di balik dua penembakan di Distrik Nabire Barat, Nabire, Papua Tengah pada Jumat, 17 Oktober 2025. Rombongan Kapolda Papua Tengah Brigadir Jenderal Alfred Papare turut terkena serangan.
Serangan pertama terjadi pada Jumat siang, 17 Oktober 2025. Satu orang tewas dan empat orang mengalami luka tembak akibat serangan itu.
Kepala Satgas Damai Cartenz Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani mengatakan berdasarkan hasil investigasi awal pelaku penembakan diduga anggota milisi TPNPB-OPM pimpinan Aibon Kogoya. “Mereka menargetkan kendaraan warga yang melintas di jalur tersebut,” kata Faizal dalam keterangannya, Jumat.
Kendaraan Toyota Hilux yang digunakan para korban ditemukan dalam kondisi rusak berat dengan banyak lubang bekas tembakan di bagian badan kendaraan. Seluruh korban telah dievakuasi ke RSUD Nabire sekitar pukul 11.05 WIT untuk mendapatkan penanganan medis.
Serangan kedua terjadi beberapa jam setelahnya, ketika rombongan Kapolda Papua Tengah Brigadir Jenderal Alfred Papare melintas di jalur yang sama untuk melakukan pengecekan tempat kejadian perkara.
Kapolres Nabire Ajun Komisaris Besar Samuel Taritatu yang turut dalam rombongan mengatakan tembakan mengenai mobil di barisan belakang. Saat itu, mereka sedang kembali turun ke arah Nabire untuk mengecek tempat kejadian perkara penembakan sebelumnya. Dalam rombongan itu, kata Samuel, ada pula mobil yang ditumpangi Dandim 1708/BN Nabire Letkol John Alberth Suweny.
“Kena di mobil paling belakang sehigga mengakibatkan ada tambahan korban luka dari personel Polres Nabire,” kata Samuel saat dikonfirmasi, Sabtu, 18 Oktober 2025.
Samuel mengatakan ada empat personel Polres Nabire yang terluka. Salah satunya Kepala Satuan Narkoba Polres Nabire Ajun Komisaris Hardiman Sirait yang terkena serpihan peluru di kepalanya.
Selain itu, dua personel lain terkena serpihan peluru dan satu polisi lain terkena luka tembak di bahu sebelah kiri. “Saat ini semua sudah siuman, sudah dilakukan tindakan (medis),” ujar dia.
Lapas Gunungsitoli Ricuh Gara-gara Narapidana Beri Makanan ke Napi Lain
Kericuhan dipicu oleh tindakan Kepala Lapas Gunungsitoli terhadap seorang narapidana
25 Oktober 2025
DIREKTORAT Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menjelaskan kronologi kericuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kelas IIB Gunungsitoli, Sumatera Utara. Aparat TNI sempat dikerahkan untuk membantu memulihkan situasi.
“Alhamdulillah, saat ini situasi sudah terkendali,” ujar Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pas Sumatera Utara Yudi Suseno dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu, 25 Oktober 2025. Dia menyebut, pihaknya telah menyelidi peristiwa kericuhan di Lapas Gunungsitoli.
Yudi menjelaskan, kericuhan dipicu oleh tindakan Kepala Lapas Gunungsitoli terhadap seorang narapidana. Namun, ia tak menjelaskan secara gamblang apa tindakan kepala lapas itu.
Kepala Lapas Gunungsitoli menilai, narapidana itu memberi makanan lain kepada seorang narapidana di kamar disiplin. Padahal, demi alasan keamanan, makanan yang diberikan harus sesuai dengan yang disediakan lapas. “Kalapas telah kami tarik ke kantor wilayah,” kata Yudi. Setelah itu, dia dan pihak yang terlibat akan menjalani pemeriksaan kode etik dan disiplin.
Yudi menuturkan, warga binaan yang terluka dalam insiden itu sudah mendapat perawatan medis. Keluarga narapidana juga telah diinformasikan bahwa yang bersangkutan akan bebas bersyarat pada November 2025, sesuai Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat dari Ditjen Pemasyarakatan.
Ia menjelaskan, Lapas Gunungsitoli kerap menerima pemindahan narapidana dari berbagai lapas di Sumatera Utara, termasuk yang memiliki catatan kedisiplinan buruk. Karena itu, pembinaan dan pengamanan di lapas tersebut membutuhkan perhatian khusus.
“Pembinaan, pengamanan, dan pelayanan terhadap warga binaan menjadi prioritas kami,” ujar Yudi. “Kami tidak akan mentoleransi segala bentuk kekerasan, baik oleh petugas maupun sesama warga binaan.”
Aktivis Gelar Unjuk Rasa Tolak AZEC di Kedubes Jepang
27 Oktober 2025
Massa yang tergabung dalam jejaring organisasi Masyarakat Sipil Indonesia melakukan unjuk rasa di depan gedung Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, 27 Oktober 2025. Aksi tersebut menolak dan hentikan Asia Zero Emission Community (AZEC) dinilai memperpanjang ketergantungan terhadap energi fosil, dapat membahayakan lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat dan berisiko menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.






