Jaksa membacakan dakwaan kasus kerusuhan demonstrasi Agustus. Para terdakwa dituduh melempar batu dan bom molotov kepada polisi yang tengah bertugas
20 November 2025
SEBANYAK 25 terdakwa demonstrasi rusuh menjalani sidang perdana pada Kamis, 20 November 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka didakwa secara terpisah atas tuduhan melakukan penganiayaan terhadap aparat saat pengamanan demonstrasi pada akhir Agustus 2025.
Ke-21 terdakwa menjalani sidang lebih dulu. Mereka adalah Eka Julian Syah Putra, M. Taufik Efendi, Deden Hanafi, Fahriyansah, Afri Koes Aryanto, Muhammad Tegar Prasetya, Robi Bagus Triyatmojo, Fajar Adi Setiawan, Riezal Masyudha, Ruby Akmal Azizi, Hafif Russel Fadila, Andre Eka Prasetio, Wildan Ilham Agustian, Rizky Althoriq Tambunan alias Kewer, Imanu Bahari Solehat alias Ari, Muhammad Rasya Nur Falah, Naufal Fajar Pratama, Ananda Aziz Nur Rizqi, Muhammad Nagieb Abdilah, Alfan Alfiza Hadzami, dan Salman Alfaris.
“(Mereka) telah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,” kata Jaksa Penuntut Umum, Yerik, saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa Yerik menuturkan, perbuatan itu dilakukan saat unjuk rasa pada 29 Agustus 2025 di depan gerbang Senayan. Massa menuntut pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat dan pembatalan tunjangan anggota DPR. Sehingga mengakibatkan jalan tidak dapat dilalui masyarakat lainnya hingga menjelang sore hari, sebagaimana batas waktu menyampaikan pendapat.
Massa, kata dia, semakin bertambah pada pukul 16.30 di sekitar Gedung DPR/MPR, Simpang Semanggi maupun pintu gerbang Polda Metro Jaya. Massa unjuk rasa bercampur dengan masyarakat, termasuk ke-21 terdakwa. Menurut Jaksa, pada terdakwa berinisiatif mendatangi unjuk rasa usai menerima informasi ajakan dari media sosial Instagram maupun grup WhatsApp.
“(Terdakwa) melakukan perusakan berupa menjebol satu bagian pagar DPR/MPR dengan cara memukul besi pagar dan tembok pagar, maupun ada yang menggunakan godam, mesin gerinda untuk menjebol, maupun melempar batu, melempar bom molotov, kayu, bambu, dan besi ke arah para anggota kepolisian, dan pencoretan pagar maupun tembok menggunakan pilox (cat semprot),” ujar Jaksa Yerik.
Jaksa menuturkan, terdakwa 1 Eka Julian Syah Putra dan terdakwa 2 M. Taufik Efendi melempari polisi di depan kantor Polda Metro Jaya dengan batu pada 29 Agustus 23.00. Eka juga disebut sempat menerima bom molotov dari orang lain yang kemudian dilemparkan kepada petugas kepolisian.
Eka Julian dan M. Taufik bersama enam orang lainnya bersepakat kembali datang pada 30 Agustus 2025 di Gedung DPR/MPR. Jaksa menyebut, mereka membawa tiga buah bom molotov bermerek Treek, Titisari, dan Joker yang sebelumnya dibuat kedua terdakwa itu di rumah dengan belajar melalui YouTube. Selain itu, mereka juga disebut mencoret tembok Gedung Dewan Perwakilan Rakyat dengan tulisan “1312 ACAB” dan “F**k DPR”.
Sementara itu, kata Jaksa, terdakwa 3 Deden Hanafi mengetahui adanya kerusuhan demonstrasi di DPR pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Sekitar pukul 22.30, ia berada di depan gedung tersebut yang kondisinya rusuh. “Terdakwa 3 maju ke depan sambil memungut batu maupun kayu yang berserakan di jalan lalu melempar ke arah kepolisian hingga sekitar pukul 01.00.”
Jaksa melanjutkan, terdakwa 19 Muhammad Nagieb Abdilah dan terdakwa 20 Alfan Alfiza Hadzami melihat ajakan unjuk rasa di Instagram. Mereka lantas berangkat ke Gedung DPR dan turut dalam kerusuhan sejak Sabtu, 30 Agustus 2025 hingga dini hari. Terdakwa 21 Salman Alfaris melihat WhatsApp dari terdakwa 18 Ananda Aziz Nur Rizqi pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Mereka sepakat pergi ikut demo unjuk rasa, serta mengambil bambu dan batu yang ditemukan di jalan sekitar Gedung DPR/MPR.
Sementara itu, terdakwa 11 Hafif Russel Fadila bersama terdakwa 10 Ruby Akmal Azizi dan Muhammad Tegar Prasetya mendatangi Gedung MPR. Jaksa menyebut, Hafif sempat berteriak ke arah polisi dengan ucapan, “Polisi Anjing! Polisi Cemen! Beraninya pakai gas air mata! Woi Polisi!” sembari melempar batu empat kali ke arah petugas kepolisian.
Terdakwa 4 Fahriyansah bersama saudara Ramadan alias Dipong tiba di pintu belakang DPR/MPR pada Kamis, 28 Agustus 2025. Mereka lalu bergabung dengan massa kerusuhan sambil melempari petugas kepolisian yang tidak melakukan perlawanan. Salah satu massa, kata Jaksa, melihat mobil Kijang lewat dan mengatakan kendaraan tersebut milik anggota DPR. Massa termasuk terdakwa menghancurkan mobil tersebut.
Terdakwa 5 Afri Koes Aryanto bersama saudara Farhan tiba di sekitar Jalan Gatot Subroto menuju Semanggi pada 30 Agustus 2025 sekitar pukul 00.45. Melihat keadaan sedang rusuh oleh massa demonstran, Afri mengirimkan video kepada seorang teman. Ia tetap bertahan dalam keadaan atau suasana sedang rusuh atau bentrokan.
Sementara itu, terdakwa 16 Muhammad Rasya Nur Falah mendatangi kerumunan massa di sekitar DPR/MPR yang sedang terjadi bentrok pada 31 Agustus 2025. Ia tetap bertahan tidak menghindar. Jaksa menyebutnya malah ikut melempari petugas kepolisian dengan batu.
Terdakwa 14 Rizky Althoriq Tambunan alias Kewer dan terdakwa 15 Imanu Bahari Solehat alias Ari mengikuti massa berunjuk rasa di depan Gedung DPR pada Jumat, 29 Agustus 2025 sekitar pukul 16.00. Mereka ikut meneriakkan kata-kata seperti “polisi anjing!”.
Sementara terdakwa 13 Wildan Ilham Agustian mendatangi kerumunan unjuk rasa pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Ia berfoto mengoles odol di bawah mata saat terjadi kerusuhan di sekitar DPR. Keesokan harinya, kata Jaksa, ia kembali ikut massa yang sedang rusuh di sekitar Gedung DPR.
Terdakwa 17 Naufal Fajar Pratama bersama Alinsyah mendatangi Gedung DPR pada sekitar pukul 23.00. Jaksa menyebut, Naufal lalu memungut batu dan melemparkan batu ke arah petugas kepolisian berseragam yang sedang menjaga demonstrasi.
Sedangkan terdakwa 8 Fajar Adi Setiawan bersama teman-temannya mendatangi sekitar Gedung DPR yang sedang bentrok pada pada Minggu, 31 Agustus 2025. Kendati keadaan rusuh, ia tetap bertahan.
Terdakwa 9 Riezal Masyudha bersama Andi, terdakwa 12 Andre Eka Prasetio, dan terdakwa 7 Robi Bagus Triyatmojo pada berada di sekitar Gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat, 29 Agustus 2025 sekitar pukul 23.30. Mereka memvideokan kebakaran jalan tol sambil berteriak “Anjing! Babi! Gak jelas! Anjing! Woi lempar! Woi lempar!” dengan memegang besi pucuk pagar tembok DPR.
Atas perbuatannya, ke-21 terdakwa didakwa melanggar Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang pengeroyokan. Mereka juga terancam Pasal 212 juncto Pasal 214 ayat (1) KUHP, Pasal 216 ayat (1) atau Pasal 218 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa Neo Soa Rezeki dan Muhammad Azril kemudian menjalani persidangan. Keduanya didakwa melakukan penyerangan pada Senin, 25 Agustus 2025 pukul 15.00-16.00 di depan Senayan Park, di bawah Flyover Gelora Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Jaksa menuturkan, kejadian bermula saat terdakwa mendengar ada suara kerumunan massa aksi unjuk rasa DPR di depan Senayan Park di bawah flyover. Kemudian melintas mobil Hyundai Palisade berkelir hitam milik Timotius S.S.T.P dari Kementerian Dalam Negeri. Orang tak dikenal berteriak bahwa itu mobil DPR, akhirnya massa melemparinya dengan batu dan bambu.
Terdakwa Neo ikut melempar batu sekali yang mengenai bagian bagasi belakang, serta menggunakan potongan bambu yang mengenai bagian samping kendaraan. Begitu pula terdakwa Muhammad Azril. Kendaraan itu pun rusak dan pengendaranya mengalami luka-luka.
“Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut, saksi korban Timotius S.S.T.P mengalami kerugian sebesar Rp 186.106.928,” kata Jaksa. Kedua terdakwa terancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP.
Setelah itu, giliran sidang terdakwa Arpan Ramdani dan Muhammad Adriyan. Jaksa menuturkan, keduanya bergabung dengan massa aksi di dekat Gedung DPR. Arpan mengambil kayu, botol plastik berkas aluminium, pembatas jalan warna oranye atau road barrier milik Dinas Perhubungan untuk dibakar menggunakan bensin yang diberikan oleh peserta aksi lain.
Sedangkan terdakwa Muhammad Adriyan mengambil batu dan melemparnya ke arah anggota kepolisian yang sedang menjaga unjuk rasa. “Sehingga demonstrasi berujung rusuh,” ujar Jaksa.
Keduanya terancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1), Pasal 212 juncto Pasal 214 ayat (1), Pasal 216 ayat (1), Pasal 218 atau Pasal 406 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.